Sejarah Nama Jalan Sanusi Pane di Kisaran, Kabupaten Asahan
Oleh: Saufi Ginting
Pegiat Literasi dari TBM Azka Gemilang, Kisaran, Asahan
Penulis bersama Tim Balai Bahasa Sumatera Utara di jl. Sanusi Pane |
Sejak awal tahun 2020, Balai Bahasa Provinsi Sumatera Utara melakukan giat dalam rangka mengusung dan mengusulkan Sanusi Pane menjadi salah satu Pahlawan Nasional. Sanusi Pane dianggap berjasa karena ikut memperjuangkan lahirnya satu bahasa pemersatu. Meski Indonesia baru merdeka pada 1945, namun gagasan itu sudah diperjuangkan sejak 1926, di Kongres Bahasa yang mendorong lahirnya Sumpah Pemuda 1928, kata Maryanto, Kepala Balai Bahasa Provinsi Sumatera Utara dalam sebuah seminar nasional dengan tema "Bahasa dan Sepeda Bangsa" di Le Polonia Hotel Medan, pada 20 Februari 2020.
Lebih lanjut, sebagaimana dirujuk pada berita yang diturunkan Republika, Maryanto menjelaskan bahwa Sanusi Pane tidak hanya melahirkan bahasa persatuan Indonesia, Sanusi Pane juga melahirkan lembaga kebahasaan yaitu Institut Bahasa Indonesia sebagai lembaga yang bertanggungjawab terhadap perkembangan kebahasaan.
Merujuk pada tinjauan literatur terhadap ketokohan Sanusi Pane, akan ditemukan banyak karya yang telah tercatat sehingga mencuatkan nama Sanusi Pane sebagai tokoh Sastrawan, Wartawan, dan Guru. Karya kesusastraan yang tercatat antara lain Pancaran Cinta (1926), Prosa Berirama (1926), Puspa Mega (1927), Kumpulan Sajak (1927), Airlangga (drama berbahasa Belanda, 1928), Eenzame Caroedalueht (drama berbahasa Belanda, 1929), Madah Kelana (1931), Kertajaya (drama, 1932), Sandhyakala Ning Majapahit (drama, 1933), Manusia Baru (drama, 1940) dan Kakawin Arjuna Wiwaha (karya Mpu Kanwa, terjemahan bahasa Jawa Kuna, 1940).
Perjuangan untuk mengusulkan Sanusi Pane menjadi pahlawan nasional dari Sumatea Utara tentu saja harus melewati jalan panjang dan data serta bukti fisik yang banyak tentang keberadaan Sanusi Pane. Misalnya penggunaan nama Sanusi Pane pada sebuah tempat atau nama jalan.
Berdasarkan data yang diperoleh oleh Balai Bahasa Provinsi Sumatera Utara, satu-satunya tempat yang mencatatkan Sanusi Pane menjadi nama jalan di Sumatera Utara hanya ada di Kota Kisaran Timur, Kelurahan Mutiara, Kabupaten Asahan Provinsi Sumatera Utara. Hal inilah yang kemudian menjadi dasar kehadiran Tim penghimpun data Sanusi Pane hadir ke Kabupaten Asahan selama 2 hari pada tanggal 1 dan 2 Desember 2020.
Kemudian diperkuat lagi oleh Lurah Mutiara, Kabupaten Asahan dalam surat resmi dengan nomor 400/021 tanggal 11 Pebruari tahun 2021. Disebutkan ternyata nama jalan Sanusi Pane telah disematkan sejak tahun 1980 di kelurahan Mutiara. Hingga saat ini nama jalan Sanusi Pane tetap digunakan permanen. Dapat juga diakses melalui google map.
Sejarah Nama Jalan Sanusi Pane
Kelurahan Mutiara salah satu kelurahan di Kecamatan Kisaran Timur, Kabupaten Asahan Provinsi Sumatera Utara, terdiri dari 8 Lingkungan. Jalan Sanusi Pane terletak di lingkungan V membentang lurus dengan panjang ± 1409 m. Ujung sebelah Barat berbatasan dengan Jalan Maria Ulfa Santosa dan ujung Timur berbatasan dengan Jalan Rimbang, Kelurahan Siumbut Baru. Di tengah-tengah membelah jalan ST Alisyahbana, dan Jalan Sultan Iskandar.Berdasarkan penjelasan Kepala Lingkungan V bernama Ardiansyah, ditemukan bahwa Jalan Sanusi Pane mulai ditetapkan pada tahun 1980 sebagai pengganti nama blok 3 A lorong 3. Saat itu Kampung Gotong Royong berubah menjadi Kelurahan Mutiara yang dipimpin oleh Ahmad Pane, sebagai Lurah.
“Di tahun 1970 kelurahan Mutiara masih disebut Kampung Gotong Royong. Dan kampung gotong terdiri dari blok dan lorong, belum ada nama jalan. Seiring berjalan di tahun 1979-sampai 1980, kampung Gotong Royong dirubah menjadi Kelurahan Mutiara, yang masa itu dipimpin oleh seorang lurah yang beranama Ahmad Pane. Dimasa jabatan pak Ahmad Pane, blok dan lorong-lorong tersebut di rubah menjadi jalan. Salah satunya jalan Sanusi Pane yang terletak di blok 3 A lorong 3. Di lorong 3 tersebut ada sebuah masjid namanya Sumber Tengah. Satu-satunya masjid di Mutiara. Di masjid itulah bertemu dengan BKM Masjid sumber tengah yang bernama bapak Rahman Pane, maka bapak lurah tersebut sama bapak BKM dan masyarakat di sekitar sepakat memberi nama lorong 3 itu menjadi jalan sanusi pane.
Senada dengan penjelasan di atas, menurut H. Syamsuddin, M.Si, Kabid Budaya Dinas Pendidikan Kabupaten Asahan, juga menunjukkan penjelasan yang mendukung hasil dari Kepala Lingkungan V.
“Ada satu orang tua yang bernama H. Subhi. H. Subhi ini adalah dulu bekerja, dan masih hidup, sebagai orang di PU. Nah penyebutan jalan ini betul dikatakan (kepling) sejak ada Kotif dengan walikota pertamanya beranama Mahyudin Almarhum. (masa) Pak Mahyudin Lubis ini, terbentuk kelurahan-kelurahan di Kotif, di Kota administratif Kisaran, perintah kepada PU yang menangani ini pak Subhi untuk pemberian-pemberian nama. Pak Mahyudin inilah menyebutkan nama di Mutiara itu harus bernama pahlawan pendidikan. Mungkin masukan dari cerita dari yang tadi, dari kepala desanya, muncullah nama sastrawan-sastrawan yang dianggap juga orang pendidikan. Haji Subhi masih hidup. Rumahnya di ujung Parasmya, dikenal dengan Haji Subur. (Penulisan nama jalan) di Mutiara dengan nama pahlawan, di umbut-umbut dengan nama sayuran, kemudian di Sungai Renggas dengan nama-nama hewan, jadi itulah sebabnya mengapa muncul nama-nama pahlawan pendidikan di situ. Sanusi Pane, kemudian STA, Amir Hamzah, Maria Ulfa, Williem Iskandar, Setia Budi, Budi utomo”
Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa pada saat terbentuknya Kota Adminsitratif di Kisaran, ada instruksi dari Pemerintah Kota untuk mengubah nama-nama jalan yang semula hanya blok dan lorong menjadi nama jalan dengan menggunakan sebutan-sebutan tertentu. Salah satunya berada di Blok 3 A lorong 3 dirubah menjadi Jalan Sanusi Pane.
Kekentalan budaya Melayu yang mengakar di Asahan bila merujuk pada sejarah berdirinya Kabupaten Asahan dalam laman https://asahankab.go.id/ telah lama muncul sejak perjalanan Sultan Aceh Sultan Iskandar Muda ke Johor dan Malaka pada tahun 1612. Sosok Sultan Iskandar Muda ini merupakan tokoh yang berhasil menyatukan seluruh wilayah semenanjung tanah Melayu. Boleh jadi hal ini tanpa disadari menjadi benang merah yang terurai, sebab Sanusi Pane sebagai penggagas Bahasa Melayu menjadi Bahasa Indonesia, menguat pula dalam jiwa masyarakat Asahan, hingga menginspirasi pemerintah untuk menjadikan Sanusi Pane salah satu tokoh yang dicatatkan sebagai nama jalan di Kelurahan Mutiara.
Disarikan dari makalah terseleksi penulis (Saufi G) pada seminar nasional “Mengusung Sanusi Pane Sebagai Pahlawan Nasional” pada 23 Februari 2021 di Medan.