Wednesday, June 26, 2013

BUKU KE-7

Buku antologi Muhammad Saufi Ginting yang ke -3 bersama penyair-penyair se-Indonesia, dan merupakan buku ke 7 yang telah terbit

Thursday, June 13, 2013

BUKU SAYA KE-6

Ini, karya ke-6 saya yang telah dibukukan. Kumpulan puisi bersama 111 penyair se Indonesia. 

puisinya sederhana saja, 

SAHAJA YANG SEDERHANA

Jikalau senja enggan menyisakan semburat jingganya
Sabarlah, aku masih dengan setia mendampingimu merajut indah pada syurga
Melepas keluh pada setiap cerita sembari satukan jemari kita
Menunggui azan maghrib hingga Isya
Bershaf dan mengadu di rumah-Nya
Jingga itu kan kita tunggu esok pula

Begitulah, aku tetap mencoba setia pada imanku yang sederhana
Bersamamu, cinta.

Rumah Azka, 1 Ramadhan 1433 H/20 Juli 2012 M

KUBERITAHUKAN PADAMU, NAK



Kuberitahu padamu, Nak. Sebuah kisah yang kelak kau baca betapa apapun yang kau rasakan sejak kehadirannmu di dunia hingga sekarang, tak semudah membalik telapak tangan. “Hidup” saja mesti berjuang, apalagi jika menghadapi “mati”. Kami –buya dan bunda- memulai dari nol. Entah apapun itu, meski harus getir, atau terlalu bahagia. Ini bukan keluh dan galau yang tercatat. Hanya mencatatkan sejarah bahwa apapun kelak jadinya dirimu, percayalah, cinta Bundamu-itulah seluar biasanya cinta. Ialah yang lebih banyak mengenalkanmu pada dunia, pada Tuhan, dan betapa sabarnya cinta yang ia genggam. Tanpa lelah. Maka, tanpa dirinya, bahkan diriku tak akan setangguh sekarang
***
Sayang, cita-cita kita dulu, sungguh sangat dalam, aku merenunginya malam ini. Langsa, 5 Januari 2008 aku menikahimu bukan tanpa alasan, dan bukan hanya keinginan nafsu yang kupasung dalam hati dan kubuka lilitannya. Aku ingin kau menjadi pandu bagiku, menyejukkan setiap resahku, mengingatkan pada kealfaanku pada tuhan, begitu juga sebaliknya.
Menikahimu penuh dengan perjuangan yang sampai detik ini masih kukenang, berjuang mengumpulkan kekuatan hati, tenaga, fikiran, dana dan pengorbanan. Demi cita-cita menyempurnakan setengah dien kita.
Alhamdulillah. Anak kita pertama lahir tanpa harus berhutang, tanpa harus dioperasi. Rezeki yang berlimpah, rezeki yang tak sudah-sudah, dan kitapun menamai anak kita AWALUL AKBAR RIZQY.
Hanya saja tak jua aku bersyukur dengan baik.
Aku tak menyalahkanmu, duhai pendampingku. Aku juga tak bisa menyalahkanmu yang sekarang lebih memperhatikan anak kita, yang kadang terlupa untuk mengingatkan aku apakah sudah sholat, qiyamullail, dhuha, puasa sunnah senin-kamis. Karena aku juga semakin terlena, menjadikan alasan anak kita, akupun “sibuk” dan lebih banyak tak sempatnya untuk itu semua.
 Kata-kata ini mengarahkan jemariku untuk mengetiknya. Jika suatu hari kau baca, istriku sayang, maafkan aku, yang tak bisa menjadi mujahid mu, hanya sekedar panggilan buya yang tak membekas rasa syukur akan kehadiran kalian, dan mengalahkan cintaku pada Allah. 
Dua tahun lebih kita sudah berumah tangga. Sudah punya anak, sudah punya rumah walaupun menyewa, sudah punya kendaraan yang tak perlu dipikirkan lagi untuk biaya kreditnya, yang dulu-dulu ketika menikah tak berani aku membayangkannya, hanya kuserahkan semua pada Allah.
Hari ini, Allah telah menyerahkan kepada kita dari sejak kita menikah, rezeki kita bertambah, anak kita yang cerdas. Tapi malam ini aku merefleksi diri, kucatatkan supaya suatu hari kau membaca ini, atau sejak ini kutulis tak jua aku-kita kembali ke fitrah-Nya, semoga dapat membentengi kita dari semakin jauh pada-Nya.
Ingatkah kau sayang, masa-masa kita menyelesaikan hutang setelah menikah, dikejar tanggal masa pembayaran, kau membuka celengan ayam kita duluan dari bawah tanpa memberi tahu aku…
Setelah keringat dingin, kembang kempis hati ini sepulang kerja tak dapat menggali lobang lainnya. Ternyata uang kita cukup untuk melunasinya
Ingatkah kau sayang, saat kita di Aek Loba, sebulan setelah pernikahan kita, mencoba mandiri dari orang tua, air mata yang sering kita jatuhkan bersama.
Kau menangis di pangkuanku
Sarapan, makan siang, makan malam, lauk kita hanya ditemani kerupuk. Bahkan untuk membuat teh panas saja kita mesti mengejar waktu subuh-subuh berangkat mengajar, supaya dapat gratisan di sekolah, di desa Alang bonbon.
Kita tegar, bahkan semakin dekat pada tuhan
Di sanalah Alul anak kita untuk pertama kalinya di dalam perutmu.  Itu rezeki, semakin kita bersyukur.
Walaupun harus berhutang di sana sayang, cukup lama untuk melunasinya.
Ingatkah engkau sayang, ketika kita kembali ke Kisaran, di jalan Suluk. Alul sering nangis kepanasan ketika siang dan kedinginan ketika malam, dan air hujan menetes di kakinya ketika kita sedang tidur di malam hari sayang, kita masih dekat pada Allah.
Walau aku harus berpeluh di kala dingin karena mencari bocor yang akan ditempel, menutup dinding yang merembes hujan…kita tak tidur dengan nyenyak sepanjang waktu di rumah itu.
Kita melewatinya. Kau teguh sayang. Aku bersedih tak mampu membahagiakanmu dan anak kita. Berkali-kali aku sakit gara-gara panas dingin rumah kita yang tak menentu.

Ingatkah kau pula, seminggu kelahiran anak kita, kau harus dipindah dari tempat tidur menuju depan pintu muka rumah kita, karena di situlah tempat aman untuk tidur, semua rumah kita telah berisi air. Padahal di situ ada emakmu-mertuaku…hufhhhh…tak apa..
Masih selalu kita syukuri

Ingatkah engkau bagaimana kita punya “akbar” kuda beroda dua buatan pabrik 2 windu yang lalu, yang jungkir-balik kita menyelesaikan pembayarannya, dan hingga hari ini menemani kemanapun kita pergi.
Sayang…
Rindu kita menjadikan mereka generasi sholeh-sholeha
Menjadi orang tua, sahabat, teman, bahkan tempat curhat mereka.
Malam ini, di Kisaran, 10 Oktober 2010 di rumah jl. SM. Raja gg. Amal.
Kau sudah mengandung anak kita yang kedua, setelah yang pertama Awalul Akbar Rizqy telah pandai dengan kepandaiannya, dan sudah berusia 1 tahun 7 bulan. Tuhan terus memberikan kita kebahagian, jalan yang mudah di dunia ini.
***

Ketika catatan ini kau baca nak, tanyalah bunda-mu. “Betapa sejarah tak mesti di ulang”. Mungkin itulah jawabannya. Bahkan saat ini, adikmu Kahfi dan Zakiyah telah turut menemani kehadiranmu.

Monday, June 10, 2013

SMS

Dulu, sebelum akad itu terucap dari bibirmu, sebelum perjanjianmu dengan Allah untuk menghalalkan diriku pada mu, aku selalu berdoa di sepanjang tahun kedekatan kita...
Ya Allah, bila engkau ridho akan niat hati kami ini, bila Kau yakin dia yang terbaik untuk ku, satukan kami dalam bingkai cintaMU,dekatkan hati kami selalu, tapi...
Bila Engkau tak ingin kami bersatu, aku mohon ya Allah, jauhkan kami bagai Timur dan Barat. Berikan kami penenang hati. Agar kami ikhlas menjalani semua keputusanMU
Doa itu yang selalu ku ulang-ulang tanpa bosan. Memohon yang terbaik untuk mu dan untuk ku.
5 januari 2008 doaku terjawab saat kau menjabat tangan penghulu di depan semua orang, di saksikan malaikat, di ridhoi Allah. AKU BAHAGIA..tapi sekarang...
Aku semakin bahagia. Kita punya keturunan. Sesuatu yang begitu menakjubkan untuk ku yang tak pernah berani ku khayalkan dulu-dulu..
SUAMI KU sayang..terima kasih untuk semua kebahagiaan yang kau cipta untuk ku. Semoga aku tak pernah mengecewakan hati mu. Hingga kau juga bahagia dengan ku..

Mulai 5 januari 2008 doaku berubah, sampai saat ini,disetiap tarikan nafasku, aku selalu memohonkan kebaikan dan keabadian cinta untuk kita. SEMOGA SURGA SELAMANYA

(SMS-mu yang tak hilang hingga hari ini, Istriku. Saat dirimu sendiri di rumah, sementara aku sedang mencari rezky di waktu yang agak panjang, tak bertemu denganmu dan anak kita hingga beberapa hari, kala itu). 

Tuesday, June 4, 2013

PADAMU, ZAKIYAH

PADAMU, ZAKIYAH

Padamu, Zakiyah
Seperti setiap ikrar yang pernah kau dengar
Biarlah terus menjadi tagih sebab rindu yang terus menyebar
Tetaplah tegar meski jarang aku mendapat kabar
Walau melewati lorong-lorong kerinduan umur yang semakin kabur
Kelak bidadari syurga menjadi gelar
Janganlah melemah; imanmu, sehatmu, bahkan rindumu  padaku.


Rumah Azka-Kisaran, 4 Juni 2013