Ansyari
Nabi
bersabda,”Setiap kamu adalah pemimpin”. Ini adalah penegasan sederhana yang
menyentuh setiap kita. Artinya dengan sabda beliau tersebut kita mesti sadar
sesungguhnya wajib bagi setiap kita mau memimpin diri dalam kehidupan ini.
M
|
emimpin diri berarti memelihara harapan-harapan buat
kini dan masa depan. Mengupayakan apa yang diimpikan menjadi kenyataan. Untuk
itu kita diminta AWARE terhadap tugas dan tanggungjawab diri baik dalam
kesendirian, keluarga, masyarakat maupun bernegara. Inilah yang membedakan kita
pemimpin dengan mereka yang tidak aware
atas kehidupannya. Orang-orang jenis terakhir ini adalah orang-orang yang tidak
menetapkan tujuan hidupnya. Andaipun ada, baginya hanya tampak samar-samar di
kejauhan. Tidak jelas ke arah mana hendak menuju. Sesungguhnya apa yang hendak
dicapai tidaklah menjadi soal baginya sebab masa depan bukanlah hal penting
yang harus diberi perhatian serius.
Siapa orang yang punya
harapan? Adalah mereka yang memiliki keyakinan. Apakah kita yakin bahwa Tuhan
akan memberi balasan sekecil apapun kebaikan yang ikhlas kita berikan pada
dunia ini?. Apa kita yakin bahwa bekerja adalah merupakan fasilitas tidak hanya
rezeki tetapi juga alasan Tuhan mengampuni sebagian dosa-dosa kita?. Apakah
juga kita yakin bahwa dengan memimpin diri sendiri dengan cara yang terbaik
dari kemampuan kita adalah kontribusi terindah bagi orang-orang terdekat
kita? Apakah kita yakin bahwa masa depan
kita adalah apa yang sedang kita lakukan sekarang?. Dan apakah kita juga yakin
dengan Muhammadiyah kita sedang bersama menuju pintu gerbang surga Jannatun
Na’im?. Keyakinanlah yang mendorong seseorang menjadi bersungguh-sungguh
berupaya menggapai harapan. Keyakinan juga yang menutup celah keraguan dalam
merajut upaya. Dan keyakinan pula yang mendekatkan
hati dengan kenyataan. Itulah sebabnya orang-orang yang selalu memelihara
keyakinannya akan senantiasa diliputi kegembiraan dalam setiap upaya yang
mengantarkan pada kenyataan harapan. Bagaimana tidak, sebab hatinya semakin
mendekat atau harapan itu sendiri yang mendekati hatinya untuk mewujud menjadi
kenyataan.
Bagi orang yang
aware terhadap proses kepemimpinan dirinya, keyakinan adalah kekuatan.
Dengannya ia akan selalu bisa menyemangati dirinya dan fasih membangun
kegembiraan jiwanya dalam menekuni perjalanan menuju harapan-harapannya. Karena
itu ia tak pernah kehabisan energi. Inilah yang kita selalu mudah mengatakannya
dengan istilah ‘pantang menyerah’ yang sesungguhnya itu merupakan campuran yang
seimbang antara SABAR & SYUKUR. Di antara kedua kutub inilah orang yang
sedang memimpin dirinya berlabuh menuju pulau harapan. Dengan sabar kita
percaya bahwa hidup ini tak mungkin bisa pas seperti yang kita inginkan. Kita
sadar bahwa dunia ini bukanlah sebuah tempat untuk memenuhi semua keinginan
kita. Dunia adalah tempat dimana bertumbuh kondisi kontradiktif. Dua hal yang
bertentangan selalu hidup berdampingan. Siang malam, keras lembut, hitam putih,
positif negatif, datang pergi, rajin malas, penuh kosong, depan belakang, dan
seterusnya. Dan telah menjadi kenyataan bahwa semua hal kontradiktif adalah
merupakan potensi konflik. Si malas tidak mungkin menyukai si rajin. Begitu
pula sebaliknya si rajin tidak akan menyukai si malas. Si pemurah membenci si
pelit, begitu pula si pelit akan sangat tidak cocok dengan si pemurah. Begitu
seterusnya. Di tempat seperti inilah kita memimpin diri mewujudkan
harapan-harapan. Dengan syukur kita percaya bahwa Allah Tuhan Yang Maha
Penyayang akan menambah kemampuan kita menikmati hidup, kehidupan dan
penghidupan dan selalu ingin kenikmatan yang sesungguhnya (surga). Rasa syukur
adalah pemudah bagi kita untuk menetapkan bahwa setiap fasilitas yang kita
gunakan dalam kehidupan ini merupakan kemurahan Allah SWT.
Dengan senantiasa menjaga
posisi proses kehidupan ini tetap berada di antara kutub sabar dan syukur kita
akan selalu berhati-hati dengan apa yang kita harapkan sebab apa yang kita
harapkan akan menjadi keyakinan. Begitu pula apa yang kita yakini akan menjadi
harapan yang pada gilirannya akan mewujud menjadi kenyataan. Inilah hakikatnya
misi sang pemimpin yakni membawa masa
depan di hari ini. Ketika Nabi Ibrahim mengharapkan keturunan dan bahkan
berharap semua keturunannya menjadi orang-orang shalih, ”Robbi habli minashsholihin”
dengan sabar dan senantiasa mensyukuri setiap apapun yang Allah berikan maka
keyakinan beliau menjadi kenyataan. Beliau diberi Allah keturunan dan mereka
menjadi Nabi sehingga beliau digelari sebagai bapak para Nabi. Inilah bukti
keyakinan yang terpelihara menjadi kenyataan. Ketika Khalid bin Walid dicopot
dari jabatannya sebagai Panglima, sedikitpun tidak menjadi pengurang
kegigihannya berjihad karena beliau yakin kegigihannya bukan karena jabatan
Panglimanya tetapi karena harapannya. Harapan kejayaan Islam di masa depan
segera mendekat ke hari ini. Inilah substansi pemimpin, orang yang dengan
sungguh-sungguh mengupayakan masa depan mewujud di hari ini. Karenanya ia tidak
menunggu disemangati oleh orang lain atau oleh apa, tetapi justru harapannya
itulah yang menjadi penyemangat.
Tak
berbeda dengan kita bermuhammadiyah yang bermakna bahwa diri kita adalah bagian
dari penggerak dakwah Islam amar ma’ruf nahi munkar. Ketika kita ‘aware’ dengan
aktivitas Muhammadiyah sesungguhnya kita sedang memelihara harapan sebagai
penyemangat bermuhammadiyah. Insya Allah orang-orang seperti inilah yang
kemudian berkenan menaruh rasa hormat dalam berkhidmat di Persyarikatan.
Orang-orang seperti ini pula yang selalu memelihara cita-cita Muhammadiyah
menjadi cita-cita pribadinya. Sejatinya demikianlah orang Muhammadiyah memimpin
dirinya dalam keseharian.
No comments:
Post a Comment