Thursday, December 23, 2010

PERPUSTAKAAN

Memasyarakatkan Perpustakaan
Oleh: Muhammad Saufi Ginting, S. Pd. *

“Mau tahu siapa teman paling setia, tidak cerewet, gampang ditemui, sekaligus guru nan bijak dan sabar? Dialah BUKU.” (Charles W. Elliot 1834-1926).
Hampir dipastikan setiap orang pasti pernah membaca namun intensitas dan efektifitasnya yang berbeda-beda. Di Indonesia, masalah minat baca telah lama dikeluhkan oleh sejumlah kalangan. Masyarakat Indonesia sering digambarkan sebagai masyarakat yang lebih menonjolkan tradisi lisan ketimbang tulisan. Akibatnya, orang lebih senang mengobrol daripada membaca. Sastrawan Taufik Ismail, melalui observasinya kepada beberapa siswa SD di kawasan ASEAN, mengatakan bahwa anak-anak Indonesia rabun membaca dan lumpuh menulis. Hal ini sungguh mengerikan bila dikaitkan dengan apa yang dikhawatirkan para ahli pendidikan tentang akan terjadinya the lost generation pada peradaban bangsa kita.
Upaya meningkatkan kecerdasan bangsa tidak harus selalu melalui jalur pendidikan formal saja, akan tetapi dapat juga melalui jalur pendidikan nonformal. Oleh karena itu, diperlukan adanya sarana komunikasi informasi ilmu pengetahuan untuk disampaikan kepada masyarakat yaitu perpustakaan. Undang-undang nomor 25 tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) menjelaskan bahwa perpustakaan merupakan sumber daya pendidikan yang penting dalam upaya meningkatkan kualitas Pendidikan Prasekolah, Pendidikan Dasar dan Menengah. Namun, Dady P. Rachmanata, Kepala Perpustakaan Nasional menyampaikan informasi mengenai rendahnya pengunjung perpustakaan nasional dan perpustakaan daerah di seluruh Indonesia baru-baru ini. Dari pengunjung yang datang ke perpustakaan itu, yang meminjam buku hanya 10 sampai dengan 20 persen.
Jika peminjam buku tersebut diasumsikan yang mempunyai kebiasaan membaca maka tingkat kebiasaan membaca kita baru 10 sampai dengan 20 persen. Padahal di negara maju angkanya mencapai 80 persen. Berdasarkan data di atas dalam soal membaca, masyarakat kita kalah dibandingkan dengan masyarakat negara berkembang lainnya seperti Filipina apalagi dengan negara maju seperti Jepang, Inggris, dan Amerika Serikat.
Demikian juga di Perpustakaan Daerah (Pusda) Kabupaten Asahan, beberapa kali penulis berkunjung ke Pusda, namun hanya terlihat Segelintir orang saja yang datang ke perpustakaan tersebut. Dari segelintir orang itu, diantaranya adalah mahasiswa yang akan menyusun skripsinya dan mencari referensi di perpustakaan daerah. Jika tidak memiliki tujuan untuk menyelesaikan tugas sekolah atau tugas kuliah tentu saja (mungkin) perpustakaan akan sunyi dari pengunjung.
Perpustakaan merupakan pusat terkumpulnya berbagai informasi dan ilmu pengetahuan baik yang berupa buku maupun bahan rekaman lainnya yang diorganisasikan untuk dapat memenuhi kebutuhan masyarakat pemakai perpustakaan. Pentingnya perpustakaan diorganisasikan dengan baik agar memudahkan pemakai dalam menemukan informasi yang dibutuhkannya, karena bahan-bahan yang ada di perpustakaan itu sebenarnya adalah himpunan ilmu pengetahuan yang diperoleh umat manusia dari masa ke masa. Tugas pokok perpustakaan adalah menyediakan, mengolah, memelihara dan mendayagunakan koleksi bahan pustaka, menyediakan sarana pemanfaatannya dan melayani masyarakat pengguna yang membutuhkan informasi dan bahan bacaan. Untuk mendukung tugas pokok tersebut, perpustakaan melaksanakan fungsinya antara lain pendidikan, informatif, penelitian, dan rekreatif.
Jawarharlal Nehru dalam bukunya “Lintasan Sejarah Dunia” yang merupakan rangkaian surat-surat dari penjara dan ditujukan untuk puterinya dengan penuh takjub memberikan apresiasi atas kota Baghdad dan Kordoba semasa kejayaan Islam. Satu hal yang menarik perhatian Nehru, bahwa di dua kota tersebut pejabat-pejabat dan penguasa Islam merelakan harta pribadi untuk mendirikan perpustakaan kota dan mendirikan pusat kesenian. “Para pelancong seluruh dunia datang ke Baghdad, lebih-lebih orang-orang yang berilmu, mahasiswa dan seniman. Amatlah termashyur bahwa khalifah (di Baghdad) sangat senang menyambut kaum terpelajar dan yang ahli dalam seni untuk datang ke kotanya. Sayang, Perang Salib telah meluluhlantakkan Baghdad dan Kordoba. Warisan dunia berupa buku-buku dan karya seni adiluhung pun lenyap” kata Nehru.
Pemasyarakatan perpustakaan adalah usaha-usaha atau tindakan-tindakan yang dilakukan untuk memberikan dorongan, penggalakkan atau untuk bantuan memajukan perpustakaan. Belakangan ini penulis melihat pihak Pusda telah mengeluarkan iklan untuk membaca di perpustakaan daerah berupa spanduk atau baliho. Selain menambah jumlah koleksi buku dengan buku-buku yang bermutu dan bermanfaat serta terbaru, dalam rangka memasyarakatkan perpustakaan hendaknya pusda sering mengadakan event. Seperti lomba menulis sinopsis novel, penulisan esai bagi pelajar dan mahasiswa, bedah buku, seminar, dan lain sebagainya.
Untuk meningkatkan pelayanan dan menampung lebih banyak koleksi, bisa dilakukan dengan menggunakan sistem data base di komputer. Bahkan, lebih baik lagi membangun jaringan lewat internet yang bisa di akses tidak hanya oleh masyarakat sendiri tetapi juga masyarakat internasional.
Kalau saja sejak dulu perpustakaan difungsikan sebagai tempat yang representatif untuk menimba ilmu, mungkin bangsa kita akan melahirkan manusia-manusia handal, kreatif dan cerdas. Kurangnya minat baca dan keinginan untuk memperdalam ilmu pengetahuan rupanya menjadi kendala tersendiri bagi masyarakat Indonesia pada umumnya. Bandingkan dengan Negara-negara lain yang sudah memiliki tradisi keilmuan tinggi, perpustakaan selalu menjadi tempat rekreasi yang mengasyikkan untuk menghilangkan rasa penat dan jenuh.
Di samping minat baca yang masih minim, kesadaran penguasa dan orang-orang kaya di negeri ini terhadap investasi kultural masih minim. Jika di luar negeri banyak orang kaya mendirikan foundation untuk membantu dunia pendidikan dan riset, orang-orang kaya di sini lebih senang memperkaya diri, hidup mewah di tengah masyarakat papa. Padahal sejarah perpustakaan tidak lepas dari keterlibatan penguasa yang melihat jaman dalam jangka yang amat panjang. Nehru menceritakan kepada anaknya melalui surat tentang kekagumannya pada penguasa Baghdad, Harun Al-Rasyid:
…”Baghdad! Ingatkah engkau kota ini? Serta Harun Al-Rasyid dan Shaherazade dan cerita-cerita ajaib yang dilukiskan seribu satu malam? Kota ini begitu besar pada jaman Harun, luas dan banyak istana, gedung-gedung, sekolah dan sekolah-sekolah tinggi, warung besar serta taman berbagai warna…Banyak yang datang menjumpai sang khalifah, dari raja-raja Tiongkok dari Timur sampai Raja Charlemagne (Karel Agung) dari Barat. Baghdad lebih maju dari Eropa waktu itu, di segala lapangan pemerintahan, dalam perdagangan dan dalam memajukan pengetahuan…”
Kita berharap jejak Harun Al-Rasyid dapat diikuti oleh penguasa lain, serta orang-orang berpunya pada jaman kini. Dan kita berharap, suatu ketika anak-anak muda akan berkata: “Tunggu aku diperpustakaan itu”.
* Penulis adalah peminat buku

No comments: