Thursday, December 23, 2010

SINETRON


CIRI KHAS SINTRON INDONESIA: MASIH ADAKAH YANG MENDIDIK?
Oleh : Muhammad Saufi Ginting, S. Pd.*
Sinema elektronik atau lebih populer dalam akronim sinetron adalah istilah untuk serial drama sandiwara bersambung yang disiarkan oleh stasiun televisi. Dalam bahasa Inggris, sinetron disebut soap opera (opera sabun), sedangkan dalam bahasa Spanyol disebut telenovela. Pada tahun 1990, atas usulan Rosihan Anwar dan Chriss Pattikawa, istilah sinteron yang saat itu telah merakyat dibuatkan rumusannya dengan pengertian “berbagai citra hidup (moving image) yang khusus dibuat (diproduksi) untuk penayangan televisi.
Pada saat itu, sinteron hanya ditayangkan oleh TVRI sebagai tayangan tutup tahun, yang merupakan sinteron lepas dengan durasi 120 menit selama sepekan tanpa iklan.  Di tengah keterpurukan film Indonesia, sinetron memperoleh sambutan yang luar biasa dari masyarakat. Cerita keseharian yang diceritakan secara apik dan “like life” membuat semua orang memprediksi sinteronlah yang akan mampu menjadi tayangan mencerahkan dan bisa menjadi tuan rumah di negerinya sendiri.
Pasca reformasi 1998, peranan media massa menjadi lebih besar, khususnya televisi. Pemberitaan atau infomasi yang ditampilkan di televisi kadang tidak berimbang dengan bagaimana masyarakat menangkap infomasi tersebut dengan baik. Bahkan insdustri film sampai pada sinetron, dan juga iklan pun menampilkan aksi-aksi “kebebasan yang kebablasan”, demi keuntungan pribadi.
Sejak terjadinya kebebasan dalam berekspresi di dunia pertelevisian, beragam acarapun menjadi target mereka, yang penting rating sehingga menghasilkan kocek untuk menebalkan kantong para produser. Para pemilik modal yang merasa berhasil pada film-film dari tahun-tahun sebelumnya, masuk ke gelanggang sinteron. Apalagi, televisi swasta sudah bermunculan secara cepat. Maka lahirlah sinteron yang banyak menyedot penonton sehingga di garap dalam beberapa episod panjang.
Ciri Khas Sinetron Indonesia
Sejak saat itu, sinteron Indonesia mulai kehilangan citra estetik dan nuansa ke dalaman isinya. Sampai dengan hari ini, sinteron yang tampil dilayar televisi kita kurang mempunyai pesan moral yang baik. Berikut ini ciri khas sinteron Indonesia pada masa sekarang, yang penulis kutip dari situs www.bebekrewel.com, dengan beberapa point yang diedit seperlunya.
1.        Ada adegan menampar pacar atau istri yang dikira selingkuh. Padahal cuma ketemu teman lama. Terus menyewa orang untuk menyelidiki.
2.        Ada menangisnya. Hal ini paling mendominasi di setiap episode, dan banyak sekali yang mengajarkan balas dendam.
3.        Serinya dibikin panjang-panjang takut kehabisan bahan dengan alasan ratingnya naik. Padahal sudah membosankan.
4.        Biasanya ceritanya rebutan warisan atau warisannya jatuh pada anak atau cucu yang sudah lama hilang atau rebutan kekuasaan atau rebutan anak. Kalo adegannya masih sekolah hampir dipastikan ceritanya tentang rebutan pacar dan biasanya yang rebutan yang cewek dan tokoh yang disenangi si cowok anaknya miskin atau pas-pasan dan baru masuk atau pindahan dari sekolah lain (Tapi anehnya bisa masuk sekolah elite). Terus ada yang sudah merasa memiliki si cowok yaitu cewek yang kaya dan punya geng (Biasanya anak kepala yayasan).
5.        Orang kaya selalu menjadi tokoh yang jahat (Apa sudah tidak ada orang kaya yang baik?). Kalau pinjam utang selalu pada orang yang sama sampai akhirnya rumahnya disita dengan gampang?
6.        Tokoh yang baik biasanya melarat, lugu dan bodoh. Gampang dibohongin. Paling sering tokoh baik hampir tidak pernah minta tolong pengacara dan menang. Minta tolong polisi juga selalu gagal. Tapi giliran tokoh jahat minta bantuan polisi atau pengacara hampir dipastikan menang. Paling sering yaitu pengacara dengan gampangnya disuruh mengganti isi warisan dengan diberi imbalan uang banyak, hartanya dikuasai dan seisi rumah diusir.
7.        Tokoh yang baik biasanya lebih goblok dari tokoh yang jahat (Tokoh yang jahat idenya selalu cemerlang meski masih anak kecil sekalipun).
8.        Bila kisahnya sedih pemeran utama yang baik selalu menderita bertubi-tubi biar dikira mengharukan. Dimulai dengan bangkrut karena ditipu (memang seorang pengusaha yang sukses gampang percaya orang? Sama anak sendiri aja kadang tidak percaya apalagi orang lain). Terus dilanjutkan dengan jatuh sakit, mau berobat tidak punya duit. Cari kerja susah biasanya jadi kuli pasar. Tidurnya di emperan toko terus paginya diusir sama penjaganya. Biasanya mengalami kecelakaan terus menerus, kalau dipasangi jebakan selalu masuk. Habis itu ditolong oleh temannya yang tidak tahu darimana datangnya.
9.        Dimanapun tokohnya bersembunyi atau mengasingkan diri, selalu ditemukan tokoh jahatnya. Sepertinya wilayah indonesia cuma sebesar perumahan.
10.    Kebanyakan kalau ceritanya mau selesai, selalu ada saja halangan. Entah jadi lumpuh dan tidak bisa ngomong, tertabrak mobil terus koma, habis tertabrak mobil mau sembuh kemudian jatuh dari tangga atau kebetulan disandera oleh penculik atau naik bis ketiduran terus nyampai di mana tidak tahu dan tidak punya ongkos pulang. Dilanjutkan dengan kisah cari duit buat makan dan ongkos tapi kenalan dengan pemuda baik dan dilanjutkan dengan jatuh cinta (Ceritanya semakin ngawur saja).
11.    Penyakit yang sering adalah kanker otak, TBC (Biasanya kalau batuk-batuk terus di tissuenya ada darah). Penyakit paling baru dan yang lagi ngetren di sinetron yaitu: Akibat jatuh atau dengar berita jadi kaget atau kecelakaan terus jadi stroke + lumpuh yang menyebabkan jalan cerita nggak jadi selesai (Kenyataannya, hal seperti itu sangat jarang terjadi. Paling-paling patah tulang).
12.    Tidak ada yang menceritakan keluarga yang harmonis.
13.    Bintangnya banyak menggunakan artis Indo (Maksudnya blasteran sama bule biar cakep padahal akting pas-pasan). Lebih tidak masuk akal lagi pemeran yang berwajah Indo bisa menjadi tokoh gelandangan. Dengan alasan mau total dalam berakting (Dalam kenyataan pasti sudah diperkosa dan jadi bulan-bulanan preman jalanan).
14.    Pemeran utama berwajah sangat cantik kadang jadi pembantu.
15.    Kalau berantem sesama laki-laki sampai luka-luka tidak ngerasa sakit. Tapi giliran dipegang sama pacarnya teriak-teriak kesakitan.
16.    Cerita anak orang kaya punya pacar orang miskin masih banyak. Biasanya ditentang oleh salah satu orangtuanya dan orang tua yang satu membela.
Selain itu, ucapan-ucapan kotor, celaan, pakaian minim seperti kekurangan bahan, pelukan antar lawan jenis, dan sebagainya sering kita dengar dan lihat melalui sinetron yang sehari-hari tayang di televisi. Padahal menurut UU Penyiaran tahun 2002 pasal 36 tentang isi siaran “dilarang menonjolkan unsur kekerasan, cabul, perjudian, penyalahgunaan narkotika dan obat terlarang”, Selanjutnya menurut UU Informatika dan Transaksi Elektronik Tahun 2008 pasal 26 menyatakan “ dilarang menyebarkan informasi elektronik yang bermuatan pornografi, pornoaksi atau tindakan kekerasan melalui komputer ataupun sistem elektronik”.
Sinetron yang Mendidik?
Contoh yang dapat kita jadikan studi kasus adalah novel yang di buat sebuah film (selain film-film atau reality show bertema cinta dan mistis lain yang telah banyak beredar dan menjadi pujaan) kemudian dibuat sinteronnya, akhirnya menjadi trendsetter bahwa saat ini yang dibutuhkan manusia adalah film bernuansa agama. Demi keuntungan pribadi segelintir orang, kemudian dibuatlah beberapa sinetron bernuansa agama dengan alasan mampu menggugah nuansa pesinetronan selama ini. 
Namun pada kenyataanya, sinetron yang laris manis ketika di tayangkan ditelevisi karena bernuansa agama (baca: islam) ini, hanya mencoreng kesakralan dalam beragama. Masih ingat sinteron Sakinah? Yang ditayangkan oleh salah satu televisi swasta pada bulan ramadhan beberapa tahun yang lalu? Sinetron yang banyak digandrungi ibu-ibu sampai remaja, karena ingin melihat lebih jauh dan lebih mengenal bagaimana sebenarnya kehidupan orang-orang yang menjalankan agama dengan sebenar-benarnya. Tetapi materi yang disajikan malah prilaku yang kurang begitu mendidik dan tidak mencerminkan orang-orang yang dekat dengan agama.  Sifat iri, dengki, tamak, dendam dan penyakit hati lainnya malah lebih ditonjolkan dalam sinetron ini. Tak hanya itu, pernikahan yang sangat diagungkan dan merupakan kewajiban bagi orang yang beragama (islam), hanya dianggap sebagai pemuas dan pemanis saja.
Kawin cerai yang ditunjukkan pemeran utamanya “Sakinah” yang notebene adalah seorang wanita sholeha membuat siapapun yang memahami arti pernikahan sebenarnya dalam hidup nyata membuat hati miris dan terinjak-injak. Padahal dalam Al Qur’an jelas-jelas Allah menyatakan akan melindungi siapapun yang menjalankan agama dengan sesungguh hati.
Penutup
Televisi sesungguhnya dapat memberikan informasi dari seluruh dunia kepada orang dimanapun berada. Tetapi sayangnya kebanyakan siaran-siaran yang dipertontonkan penyedia layanan dan penyedia hiburan hanya mementingkan kebutuhan pribadi mereka ketimbang memikirkan bagaimana pengaruh buruk televisi terhadap pendidikan masyarakat, khususnya  kejiwaan anak yang merupakan masa depan bangsa.
Wetherington memberi contoh mengenai fakta asuhan yang diberikan kepada anak kembar yang diasuh di lingkungan yang berbeda. Hasilnya ternyata menunjukkan bahwa ada perbedaan antara keduanya sebagai hasil pengaruh lingkungan, yang satu baik dan satu lagi menjadi buruk. Selanjutnya, ia mengutip hasil penelitian Newman tentang adanya perbedaan dalam lingkungan sosial dan pendidikan menghasilkan perbedaan-perbedaan yang tak dapat disangkal. Dengan demikian rumah (keluarga) yang baik dapat menimbulkan perubahan-perubahan yang penting dalam pertumbuhan kejiwaan.
Sinetron yang ditayangkan menjadi konsumsi yang mudah bagi setiap keluarga, apalagi dengan jam tayang yang sesuai dengan jam keluarga sedang beristirahat. Bagi orang-orang yang mampu memilah dan memilih tayangan, akan mendampingi anak-anak mereka dan memberikan nasehat akan maksud sinetron yang ditonton, atau bahkan tidak ditonton sama sekali. Tetapi bagi orang-orang yang kurang pandai memilih, maka ini akan menjadi tontonan yang sangat menarik dan baru. Pertanyaanya, apakah setiap orang tua mampu menjaga dan mendampingi anak-anaknya menonton televisi? Atau apakah orang tua semuanya adalah orang-orang yang berpendidikan?

                                                                        *Penulis adalah pendidik

No comments: